03 June 2019

Bulan Bujur Sangkar, Multi Tafsir



Pemaknaan bulan bujur sangkar 

Sebenarnya saya merasa enggan membahas pemaknaan Naskah drama serta pementasan teater Bulan Bujur Sangkar. Karena pada hakekatnya setiap pembaca karya sastra bebas memaknai sebuah karya sastra. Pun demikian seorang sutradara teater yang menggarap sebuah naskah drama, boleh memaknai apapun sebuah naskah. Lalu setiap penonton pun boleh memaknai sebuah pementasan teater yang disuguhkan sutradara.

Setelah saya pikir-pikir lagi dengan berbagai pertimbangan, saya memutuskan membahas pemaknaan saya terhadap naskah drama Bulan Bujur Sangkar yang saya suguhkan menjadi sebuah pementasan Teater dan saya bawa keliling tujuh kota di Jawa Tengah.

Maksud dan tujuan saya membahas justru hendak menunjukkan bahwa kita bebas memaknai apapun sebuah naskah drama dan sebuah pementasan teater. Bahwa banyak pemaknaan terhadap naskah drama Bulan Bujur Sangkar Karya Iwan Simatupang ini. Para senior memaknai secara “sulit” mengenai isi naskah ini. Saya sendiri mencoba memaknai sesederhana mungkin naskah ini, lalu mencoba menggarap sebuah pementasan dengan bentuk sesederhana mungkin agar penonton tidak menjadi lebih sulit untuk mendapatkan makna dari naskah, sehingga mereka lebih bisa memperoleh pelajaran secara lebih mudah. Minimal mereka lebih mudah dalam menikmati tontonan teater.

Boleh dibilang ibarat guru saya ingin memberikan metode belajar tersederhana bagi murid agar lebih mudah memahami sebuah pelajaran. Ya bagi saya Teater adalah tontonan dan tuntunan hidup bukan sekedar hiburan tanpa pelajaran.

Lalu bagaimana pemaknaan saya selaku sutradara pementasan Bulan Bujur Sangkar yang dimainkan Teater TeraSS beberapa waktu lalu ?

Konon Naskah ini ditulis Iwan Simatupang berlatar belakang pemberontakan PRRI PERMESTA sekitar tahun 1960an. 

Saya membagi naskah ini dalam bebeapa plot adegan :

1. Adegan perang antara pemberontak dan tentara
2. Adegan percintaan dan lalu perpisahan antara pemuda dan seorang gadis
3. Adegan persiapan tiang gantungan oleh orang tua dilanjutkan adegan perselisihan pendapat        antara orang tua dan anak muda. Perselisihan tentang batas kematian dan kehidupan, perselisihan dan perebutan peran siapa hendak membunuh siapa.

4. Adegan pembunuhan tentara oleh orang tua. (dalam berbagai kajian ilmiah, yang digantung adalah pemuda, pembacaan saya terhadap naskah ini adalah tentara yang digantung, bukan anak muda) dilanjutkan Adegan Monolog orang tua yang telah menggantung tentara
5. Adegan perdebatan orang tua dengan seorang gadis
6. Adegan gadis yang bunuh diri menggantung diri di pohon
7. Adegan monolog orang tua yang berniat merenggut kesucian gadis tersebut
8. Adegan pemuda yang menurunkan mayat gadis tersebut dari pohon
9. Adegan pertemuan antara orang tua dan gembala 
10. Adegan orang tua yang bunuh diri dengan menggantung diri pada tiang gantungan yang dia buat sendiri.

Dari plot plot adegan di atas, dilengkapi dialog yang ada, saya mencoba mencari makna tiap adegan dan dialog. Lalu saya mencoba menarik garis yang sama dari tiap-tiap makna tiap-tiap adegan dan dialog. Saya menemukan : 
1. Adegan perang antara pemberontak dan tentara : 

Bermakna pertentangan antara aturan Negara dan pemberontak. Bahwa pemberontak ingin menembus batas-batas aturan Negara tersebut sesuai keinginannya. Aturan Negara yang membuat Negara menjadi harmoni menjadi chaos oleh perlawanan pemberontak. Kehidupan bernegara menjadi disharmoni. Ya bila batas-batas harmoni di tembus maka yang terjadi adalah Disharmoni 

2. Adegan percintaan dan lalu perpisahan antara pemuda dan seorang gadis : 

Sebuah percintaan adalah sebuah harmoni, dan perpisahan adalah situasi yang Disharmoni

3. Adegan persiapan tiang gantungan oleh orang tua dilanjutkan adegan perselisihan pendapat antara orang tua dan anak muda. Perselisihan tentang batas kematian dan kehidupan, perselisihan dan perebutan peran siapa hendak membunuh siapa. : 

Tiang gantungan adalah alat untuk membunuh. Alat untuk menembus batas antara hidup dan mati. Sebuah pembunuhan dengan maksud apapun adalah sebuah tindakan menembus batas antara hidup dan mati. Upaya pembunuhan adalah sebuah tindakan Disharmoni

4. Adegan pembunuhan tentara oleh orang tua. (dalam berbagai kajian sastra, yang digantung adalah pemuda, tetapi pembacaan saya terhadap naskah ini adalah tentara yang digantung, bukan anak muda) dilanjutkan Adegan Monolog orang tua yang telah menggantung tentara


Tentara/petugas merupakan orang yang bertugas/berkewajiban menjaga aturan Negara dan Hukum. Aturan dan hukum adalah batas-batas yang harus dijaga dengan ketat. Agar terjadi harmonisaasi kehidupan. Keyakinan akan kewjiban yang harus dilakukan membuat mereka terlalu kuat menjaga batas yang seringkali berbenturan dengan situasi dan keadaan yang dialami seseorang. Pemaksaan terhadap batas batas aturan secara kaku seringkali justru berakibat Disharmoni.

Menjadi tentara/petugas itu sendiri sebuah peran yang sangat membatasi. Oleh sebab itu membunuh tentara/petugas adalah tindakan membebaskan orang tersebut dari batas-batas. Tetapi tindakan membunuh petugas/tentara ini juga sebuah Disharmoni

5. Adegan perdebatan orang tua dengan seorang gadis, :

Dalam adegan ini terungkap bahwa perilaku yang terlalu ketat dalam menjaga batas, membuat orang menjadi sewenang-wenang, Ketika Kesewenangan dilawan tindakan anarki yang melawan batas, dapat menimbulkan konflik dan hal ini membuat Disharmoni kehidupan

Terdapat petikan dialog yang rasanya sangat pas dengan situasi sekarang yang serba tak harmonis.  "Anarkhi hanya dapat mempertahankan diri lewat rasa tak puas, lapar, rapat-rapat rahasia, sabotase-sabotase, peledakan-peledakan bom waktu, penyebaran selebaran gelap (berita hoax) ......... masa kita kini adalah masa  yang justru mengabdi pada yang serba tak harmonis, Disharmonis demikian ibadah jaman baru.....  "

6. Adegan gadis yang bunuh diri menggantung diri di pohon :

Bunuh diri adalah tindakan Disharmoni 

7. Adegan monolog orang tua yang berniat merenggut kesucian gadis tersebut :

Kesucian adalah batas, merenggut kesucian, sama dengan merusak batas akan menimbulkan Disharmoni.

8. Adegan pemuda yang menurunkan mayat gadis tersebut dari pohon, lalu terjadi penembakan pemuda tersebut. 

Luapan Emosi pemuda yang kehilangan kekasihnya, lalu penembakan terhadap pemuda tersebut atas nama aturan Negara demi harmonisasi kehidupan adalah justru situasi yang tidak nyaman dan ini adalah sebuah disharmoni

9. Adegan pertemuan antara orang tua dan gembala 

Gembala yang selalu memelihara domba-dombanya, memainkan nada-nada serunai dengan indah adalah simbol harmoni. Tetapi keharmonisan yang ditunjukkan gembala ini dirasakan tidak pas oleh orang tua. Ada ketidak, memainkan nada-nada serunai dengan indah adalah simbol harmoni. Tetapi keharmonisan yang ditunjukkan gembala ini dirasakan tidak pas oleh orang tua. Ada ketidaknyamanan yang dirasakan orang tua terhadap harmoni ini. Sehingga yang muncul adalah sebuah Disharmoni bagi orang tua
10. Adegan orang tua yang bunuh diri dengan menggantung diri pada tiang gantungan yang dia buat sendiri.

Untuk menjadi ada (exist) seringkali kita harus membunuh diri kita di sisi yang lain. Semisal kita ingin exist di dunia kerja/Karir, seringkali kita harus membunuh diri kita sebagai sebagai orang tua bagi anak-anak kita. Hal ini bisa menimbulkan Disharmoni bagi kehidupan anak-anak dan keluarga.

Jika kita perhatikan judul "BULAN BUJUR SANGKAR" sendiri sudah menunjukkan ketidak harmonisan. Bulan yang seharusnya  purnama bulat dan harmoni dibuat Bujur sangkar/kotak/persegi sehingga menjadi sesuatu yanh tidak harmoni.

Dalam keharmonisan seringkali kita menemukan ketidak harmonisan di sisi lain. Lalu kita melakukan tindakan yang menembus batas-batas harmonisasi, lalu situasi menjadi disharmoni.  Lalu ketidakharmonisan merupakan batas-batas baru yang menjadi harmoni baru dalam kehidupan. Kemudian muncul ketidakharmonisan baru, menjadi harmoni baru begitu terus menerus.

Soal pilihan bentuk pementasan. Banyak orang bilang bahwa naskah-naskah Iwan simatupang adalah naskah yang tidak realis. Maka semestinya bentuk pementasanpun semestinya juga tidak realis. Alias berupa simbolik-simbolik.


Proses penggaran yang saya lakukan mencoba melepaskan diri dari batas-batas realis dan non realis. Toh bentuk realis dan non realis batasnya juga tidak jelas. 

Proses penggarapan saya mengalir saja, boleh dibilang itu bentuk realis, tapi sesungguhnya itu bukan realis. Karena meskipun nampak realis sesungguhnya adalah simbol-simbol. Saya berkeyakinan bahwa simbol itu tidak harus sesuatu yang non realis. Hal-hal realis juga bisa dijadikan simbol-simbol. 

Garuda Indonesia Airline simbol nya berupa garis-garis dengan bentuk yang tidak realis.
Sedang Garuda Pancasila dengan bentuknya yang realis merupakan simbol Negara Indonesia.








No comments: