14 April 2015

B. Ojo Kagetan Ojo Gumunan

(rangkaian tulisan ngupoyo upo coro jowo)



Seperti yang tertulis di awal, saya ingin menuliskan filosofi jawa dalam bisnis, karena  tertarik mendengar pernyataan Managing Director Primagama Bpk Winoto Sukarno, yaitu “Ojo Gumunan, ojo kagetan”
Beliau menguraikan, bahwa dunia itu tidak adil :
Orang yang bertubuh gendut lebih dihargai orang daripada orang yang bertubuh kurus. Orang yang gagah akan lebih dihargai orang daripada orang yang yang tidak gagah. Orang yang berkulit putih lebih dihargai orang daripada orang yang berkulit hitam. Orang yang cakep lebih dihargai orang daripada orang yang berwajah jelek.
Keadaan juga sering diluar dugaan :
Beliau bercerita ketika memasarkan produk jasa pendidikan ke sebuah kabupaten di Sumatera. Di sana tidak ada taxi untuk transportasi, yang ada Cuma becak.
Tentu lucu jika mau menghadap bupati naik becak ?  akhirnya beliau dan asisten turun dari becak 50 m dari kabupaten, kemudian jalan kaki. Karena dengan jalan kaki akan lebih dihargai daripada naik becak !
Lebih lucu lagi ketika hendak masuk justru asistennya yang bertubuh tambun yang disambut dan hormati, sementara beliau yang kurus hitam dicuekin.
Setelah masuk beliau berfikir semua orang kenal Primagama, ternyata diluar dugaan, tidak ada satupun orang yang mengetahui primagama.
Kedatangan beliau akan ditolak. Akhirnya beliau menyampaikan bahwa mereka adalah pengusaha dari Yogyakarta akan membuka usaha dan menanamkan investasi. Dengan berdiplomasi begitu  akhirnya mereka bisa dihadapkan dengan bupati setempat.
Contoh diatas hanya contoh kecil dari situasi yang tidak pasti dan di luar dugaan. Dalam dunia usaha akan banyak situasi-situasi yang lebih rumit diluar dugaan kita. Kita berharap akan diterima dengan baik dan produk kita dibeli. Bisa saja baru di depan pagar sudah diusir anjing. Kita berharap untung terus, ternyata kita mengalami kerugian besar. Oleh sebab itu ojo kagetan ojo gumunan.
Kagetan berarti mudah terkejut menghadapi situasi yang ada. Kagetan akan mengakibatkan kita mudah panik sehingga bingung mencari solusi  terjadi masalah.
Gumunan berarti mudah heran terhadap sesuatu. Sikap ini menyebabkan seseorang akan menjadi fanatic terhadap “sesuatu”. Sehingga akan menganggap bahwa “sesuatu” itu pasti baik, pasti benar, pasti unggul.
Sebaliknya juga akan menimbulkan apatisme yang berlebihan terhadap “sesuatu” sehingga selalu berfikir dan bersikap negative terhadap “sesuatu” sehingga akan menganggap “sesuatu” itu selalu jelek, selalu salah, dan tidak punya kelebihan apapun.
Sifat kagetan dan gumunan seperti ini dalam bisnis tentu tidak menguntungkan.
Saya pernah kerja di dua bank yang berbeda. Di kedua bank tersebut ada manajer yang membuat semua orang heran dengan prestasinya.
Melihat prestasi yang selalu gemilang itu para pimpinan cabangnya sangat mempercayai mereka. Bahkan mempromosikan keduanya untuk naik jabatan menjadi pimpinan cabang sama dengan  seperti dirinya.
Saya pernah iseng bertanya kepada seorang teman bawahan mereka. Apakah manajer-manajer itu “doyan fraud?” (mencari keuntungan pribadi, merugikan perusahaan)
Tentu saja teman tersebut bilang tidak. Tetapi entah mengapa filling saya mengatakan yang berbeda. (sebagai sales yang ketemu banyak orang, serta sebagai orang teater yang biasa berhubungan dengan berbagai karakter tokoh, sering kali filling saya mengatakan sesuatu tentang karakter seseorang)
Dan ternyata benar, dalam waktu tidak lama ternyata mereka ketahuan kalau fraud.
Tentu saja semua orang kaget, terutama para pimpinan cabang mereka yang telah begitu memuji, begitu percaya bahkan mempromosikan mereka. Dan tentu saja para pimpinan cabang itu menjadi begitu sakit hatinya.
Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa sikap kagetan dan gumunan sangat tidak menguntungkan dalam bisnis. Beda dengan sikap pada contoh pertama. Dengan sikap yang tidak kagetan dan tidak gumunan  mampu menetralisir situasi dan mendapatkan jalan keluar dari situasi yang terjadi.

Berlanjut Jeneng disik lagi Jenang

No comments: