(rangkaian tulisan ngupoyo upo coro jowo)
Seperti yang
tertulis di awal, saya ingin menuliskan filosofi jawa dalam bisnis, karena tertarik mendengar pernyataan Managing
Director Primagama Bpk Winoto Sukarno, yaitu “Ojo Gumunan, ojo kagetan”
Beliau
menguraikan, bahwa dunia itu tidak adil :
Orang yang bertubuh gendut lebih dihargai
orang daripada orang yang bertubuh kurus. Orang yang gagah akan
lebih dihargai orang daripada orang yang yang tidak gagah. Orang yang
berkulit putih lebih dihargai orang daripada orang yang berkulit hitam.
Orang yang cakep lebih dihargai orang daripada orang yang berwajah jelek.
Keadaan juga
sering diluar dugaan :
Beliau
bercerita ketika memasarkan produk jasa pendidikan ke sebuah kabupaten di
Sumatera. Di sana tidak ada taxi untuk transportasi, yang ada Cuma becak.
Tentu lucu jika
mau menghadap bupati naik becak ?
akhirnya beliau dan asisten turun dari becak 50 m dari kabupaten,
kemudian jalan kaki. Karena dengan jalan kaki akan lebih dihargai daripada naik
becak !
Lebih lucu lagi
ketika hendak masuk justru asistennya yang bertubuh tambun yang disambut dan
hormati, sementara beliau yang kurus hitam dicuekin.
Setelah masuk
beliau berfikir semua orang kenal Primagama, ternyata diluar dugaan, tidak ada
satupun orang yang mengetahui primagama.
Kedatangan
beliau akan ditolak. Akhirnya beliau menyampaikan bahwa mereka adalah pengusaha
dari Yogyakarta akan membuka usaha dan menanamkan investasi. Dengan
berdiplomasi begitu akhirnya mereka bisa
dihadapkan dengan bupati setempat.
Contoh diatas
hanya contoh kecil dari situasi yang tidak pasti dan di luar dugaan. Dalam
dunia usaha akan banyak situasi-situasi yang lebih rumit diluar dugaan kita.
Kita berharap akan diterima dengan baik dan produk kita dibeli. Bisa saja baru
di depan pagar sudah diusir anjing. Kita berharap untung terus, ternyata kita
mengalami kerugian besar. Oleh sebab itu ojo kagetan ojo gumunan.
Kagetan berarti
mudah terkejut menghadapi situasi yang ada. Kagetan akan mengakibatkan kita
mudah panik sehingga bingung mencari solusi
terjadi masalah.
Gumunan
berarti mudah heran terhadap sesuatu. Sikap ini menyebabkan seseorang akan
menjadi fanatic terhadap “sesuatu”. Sehingga akan menganggap bahwa “sesuatu”
itu pasti baik, pasti benar, pasti unggul.
Sebaliknya juga
akan menimbulkan apatisme yang berlebihan terhadap “sesuatu” sehingga selalu
berfikir dan bersikap negative terhadap “sesuatu” sehingga akan menganggap
“sesuatu” itu selalu jelek, selalu salah, dan tidak punya kelebihan apapun.
Sifat kagetan
dan gumunan seperti ini dalam bisnis tentu tidak menguntungkan.
Saya pernah
kerja di dua bank yang berbeda. Di kedua bank tersebut ada manajer yang membuat
semua orang heran dengan prestasinya.
Melihat
prestasi yang selalu gemilang itu para pimpinan cabangnya sangat mempercayai
mereka. Bahkan mempromosikan keduanya untuk naik jabatan menjadi pimpinan
cabang sama dengan seperti dirinya.
Saya pernah
iseng bertanya kepada seorang teman bawahan mereka. Apakah manajer-manajer itu
“doyan fraud?” (mencari keuntungan pribadi, merugikan perusahaan)
Tentu saja
teman tersebut bilang tidak. Tetapi entah mengapa filling saya mengatakan yang
berbeda. (sebagai sales yang ketemu banyak orang, serta sebagai orang teater
yang biasa berhubungan dengan berbagai karakter tokoh, sering kali filling saya
mengatakan sesuatu tentang karakter seseorang)
Dan ternyata
benar, dalam waktu tidak lama ternyata mereka ketahuan kalau fraud.
Tentu saja
semua orang kaget, terutama para pimpinan cabang mereka yang telah begitu
memuji, begitu percaya bahkan mempromosikan mereka. Dan tentu saja para
pimpinan cabang itu menjadi begitu sakit hatinya.
Dari contoh di
atas dapat kita lihat bahwa sikap kagetan dan gumunan sangat tidak
menguntungkan dalam bisnis. Beda dengan sikap pada contoh pertama. Dengan sikap
yang tidak kagetan dan tidak gumunan mampu
menetralisir situasi dan mendapatkan jalan keluar dari situasi yang terjadi.
Berlanjut Jeneng disik lagi Jenang
Berlanjut Jeneng disik lagi Jenang
No comments:
Post a Comment