lanjutan Ngupoyo upo coro jowo
Selama ini Sepengetahuan kita,
yang pandai berbisnis adalah orang-orang dari etnis Thiong Hoa, Arab, dan
India, sedangkan orang jawa lebih dikenal sebagai petani dan nelayan.
Saya fikir hal ini wajar karena
pada awalnya orang-orang Thiong Hoa, Arab, dan India adalah para perantau.
Sebagai pendatang tentu saja mereka tidak punya lahan untuk digarap. Maka salah
satu cara mendapatkan penghasilan adalah dengan berdagang.
Sementara orang Jawa sebagai
penduduk asli yang memiliki lahan, mereka akan mendahulukan menggarap sawah,
atau mencari ikan daripada jualan. Orang Jawa yang merantau ke luar pulaupun
(selain transmigran) sebagian besar mereka berdagang, atau sebagai pekerja.
Sedangkan mereka yang transmigrasi tentu punya lahan, mereka bertani atau
berkebun.
Kalau saat ini orang-orang etnis
Thiong Hoa, Arab, dan India memiliki tanah luas, dan menjadi tuan tanah, itu
persoalan yang berbeda, karena mereka sudah kaya dan mampu beli lahan penduduk
asli.
Cuma anehnya meski kita mengenal
bahwa orang Thiong Hoa, Arab, India pandai berbisnis, tetapi mengapa justru
yang dipelajari adalah teori-teori dari barat ?
Baik teori ekonomi makro, mikro,dan manajemen? Bahkan sampai hari ini dan masa ke depan, teori mereka yang
dianut. Dan justru semakin dikuatkan untuk dijalankan.
Teori welfare state
(Negara sejahtera) dengan pasar bebasnya Adam Smith. Dimana kesejahteraan akan
terwujud karena adanya pembagian kerja antara pemilik modal dan tenaga kerja
lah yang dianut. Dan tentu saja tenaga kerjalah yang lebih banyak bekerja dan
sebaliknya lebih sedikit dapat hasil.
Kenapa tidak kemakmuran Negara
karena adanya pembagian rejeki. Bukankan agama mengajarkan itu ? Islam
mewajibkan 2,5% dari harta yang telah memenuhi Nisob (jumlah tertentu) untuk
dibagi ke tujuh pihak yang berhak ? yang salah satunya adalah Amil zakat
(pengelola zakat). Jika Negara mau menjadi amil dan serius menarik zakat
mungkin tanpa menarik pajakpun bisa membiayai Negara. Di Nasrani malah lebih
besar, 10 %.
Dari Teori Adam Smith ini
muncullah kaum merkantilis yang menganggap kepemilikan modal (Kapital) adalah
segala-galanya, dengan persaingan bebas (liberal), para pemilik modal yang kuat
(kapitalis) akan semakin menang dan menguasai, ekonomi. Bahkan mampu menguasai
sebuah Negara. Ingat George Soros ? konon karena permainannya lah Indonesia
terperosok dalam krisis moneter tahun 97-98.
Dan ketika banyak bank yang
bankrupt saat itu karena terjangkit virus Negative Spread, sedangkan
bank dengan system syariah saja (Bank Muamalat) yang mampu terhindar dari virus
itu, maka sekonyong-konyong bank rame-rame membuat bank syariah.
Budaya Thiong Hoa dalam bisnis
memang pernah diperkenalkan dan dibahas sekitar tahun 2005an. Khususnya
berkaitan dengan fung sui, tetapi sekarang sudah tidak terdengar lagi
beritanya. Atau mungkin ilmu itu hanya digunakan oleh orang Thiong Hoa sendiri
sekarang ?
Sementara orang jawa yang
sebagian besar bertani dan nelayan serta membuat kerajinan untuk peralatan dan perabotan rumah tangga, maka secara sosio cultural, mereka cenderung dekat
dengan alam. Mereka berbisnis menjual hasil bumi, atau membuat industry rumah
tangga membuat kerajinan. Karena dekat dengan alam maka sosio kulturalnya juga
bersifat seperti alam, khususnya pola pikir mereka. Alam yang berifat mengambil
sesuai kebutuhan, bukan sesuai keinginan, mempengaruhi pola pikir orang jawa,
sehingga muncullah unen-unen “Ora
usah ngoyo” (jangan memaksakan diri), “Ngono yo ngono ning ojo ngono” (begitu
ya begitu tapi jangan begitu / begitu boleh tapi jangan sebegitunya /terlalu), “Urip
sadermo nglakoni” (hidup sekedar menjalankan apa yang ada), “Narimo Ing Pandum”
(menerima dengan ikhlas rejeki yang didapat) dan masih banyak lagi
filosofi-filosofi sebagai way of live (jalan hidup) termasuk di dalam hal
berbisnis. Sifat mengambil hanya sebatas kebutuhan, bukan karena keinginan
menurut para bijak, hal ini akan tetap menjaga keseimbangan alam.
Selain muculnya filosofi-filosofikehidupan, kedekatan dengan alam juga menciptakan apa yang disebut ilmu Pitung
Jawa / hitungan jawa semacam fengsui
dalam budaya Thiong Hoa.
Kebijakan-kebijakan filosofi jawa
dalam berbisnis akan kita bahas dalam tulisan berikutnya
berlanjut ke II. MEMBANGUN BISNIS
berlanjut ke II. MEMBANGUN BISNIS
No comments:
Post a Comment