rangkaian tulisan NGUPOYO UPO CORO JOWO
Begitu celoteh Ateng. Seorang
pemuda berbadan gelap, rambut ngecrak, dengan potongan pangrok.
Dan setelah tiba giliran kami,
sang Boss lalu teriak “Nang… dul !.... LA satu, A Mild satu, Surya satu, Samsu
satu!”
Dan segera si dul meluncur ke
Warung terdekat untuk membeli rokok-rokok pesanan Bosse.
Begitulah, setiap saya datang
entah sendiri, atau bersama teman, ritual semacam itu akan berlangsung.
Pak Samudi tiap hari kedatangan
tamu, mulai dari para perajin genteng, perajin bata merah, bakul kayu,
kontraktor, pengembang, Kepala Desa-Kepala Desa, Tentara-tentara dari KORAMIL,
Tentara dari KODIM, Polisi dari POLSEK, Polisi dari POLRES baik berseragam
maupun yang gondrong, orang-orang leasing, orang-orang Bank, terkadang para
ustads juga bertamu.
Keperluan mereka tentu beda-beda,
ada yang sekadar “njagong”, atau urusan pekerjaan sesuai profesi masing-masing.
Saking banyaknya tamu yang datang
tiap hari, sampai-sampai Ateng-salah satu sopirnya- bercanda demikian. Tentu
saja dia berani bercanda begitu karena sudah akrab dengan saya.
Saya juga memperhatikan, semua
tamu yang datang disuguhi rokok sesuai selera masing-masing (tentu saja bagi
tamu ahli hisab.
Lalu siapa sih pak Samudi, apa
dia orang penting sampai-sampai begitu banyak tamu yang menghadap beliau?
Dia orang biasa saja. Bahkan
secara fisik sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia orang penting, tubuhnya
kurus, kulitnya hitam, rambutnya kriting, pakaiannya lusuh, bicaranyapun
hal-hal yang biasa.
Mungkin yang sedikit membuat agak
aneh adalah terkadang dia memakai jam tangan RADO diastar. Dia juga kadang
tampak memakai cincin emas tua seberat kira-kira 15 gr dengan permata Crystal
Saphire sebesar jempol.
Bagi yang faham dua benda tadi
tentu tahu bahwa ternyata dibalik penampilan sederhananya pak samudi punya
selera tinggi terhadap aksesoris pria. Dan ini tentu saja bagi yang faham pasti
tahu kelas dari pak samudi.
Dia pedagang bahan bangunan,
boleh dibilang cukup besar. Tapi penampilannya sama sekali tidak menunjukkan
bahwa dia bukan orang yang kaya.
Suatu ketika kami ngobrol berdua
pas tamu agak sepi. Cukup lama kami ngobrol dari hati ke hati.
Beliau berprinsip “kerja itu
harus seperti sumur”
“maksudnya?” tanyaku
“sumur itu kalau kita ambil airnya
maka sumbernya akan terus mengalir, jika kita biarkan airnya menggenang maka
sumbernya airnya akan mati.” Beliau menjelaskan.
“kamu bisa lihat kan setiap hari
puluhan tamu datang. mungkin ada kalau seratusan orang. Kalau tiap orang rokok
satu bungkus, kamu bisa ngitung berapa yang saya keluarkan. Tapi dengan begitu
saya punya banyak teman, dan itulah yang akan membuka jalan rejeki bagi saya”
beliau melanjutkan bahwa prinsip
ini dia gunakan ketika pada suatu saat usaha mengalami penurunan dan hampir
bangkrut.
Pada saat itu dagangan hampir
habis, modal tidak ada. Satu-satunya harapan adalah piutang beliau pada panitia
pembangunan musholla. Dengan bersepeda dia datang ke panitia pembangunan
musholla hendak menagih piutangnya. Sampai di sana melihat perjuangan panitia
pembangunan musholla dalam mengupayakan pembangunan musholla yang dalam keadaan
sulit, membuat dia tidak tega menagih piutangnya. Ketika ditanya apakah
kedatangannya hendak menagih utang ? dia menjawab “tidak, saya kemari hendak
bilang kayuku saya sumbangkan untuk pembangunan musholla”
Tentu saja panitia pembangunan
musholla sangat berterima kasih. Dan sejak itu perkembangan usahanya justru
meningkat.
Dia berfikir “sumur itu kalau
kita ambil airnya maka sumbernya akan terus mengalir, jika kita biarkan airnya
menggenang maka sumbernya airnya akan mati.”
Kebiasaannya member ternyata
tidak hanya di rumah. Bahkan sampai di luar negeripun dia lakukan.
Ketika ibadah haji, dia mendekati
pejabat-pejabat daerah yang berangkat haji seangkatan dengannya juga menggunakan “politik rokok” untuk
menjalin link dengan mereka.
Suatu ketika mereka merokok
beramai-ramai di Hotel. saking banyaknya yang merokok, asap rokok pekat
memenuhi ruangan… tiba-tiba.. alarm kebakaran berbunyi dan penghuni hotel ribut
berlarian berebut keluar. Rupanya alarm
asap merespon asap rokok itu dianggap kebakaran.
berlanjut.......E. Ono Rego Ono Rupa
No comments:
Post a Comment