Saya mementaskan
Monolog “ Kasir Kita” entah sudah berapa
kali. Naskah karya Arifin C Noor ini saya pentaskan pertama kali tahun 2000 di
bulan September, saya lupa tanggalnya yang jelas di malam Wisuda saya sebagai
Mahasiswa S1 di UNNES (saya berharap suatu saat bisa wisuda S2).
Saya suka naskah
ini karena naskah ini menantang seorang pemain untuk benar-benar bisa bermain
peran. Meski hanya ada satu tokoh, tapi
pergolakan emosi sang tokoh sangat luar biasa. Sang tokoh bisa murung, lalu
tiba-tiba marah, sejurus kemudian menangis, lalu sekonyong-konyong tertawa.
Irama bisa mendayu-dayu,
tiba-tiba cepat, lalu drop.
Pemain harus
betul-betul seorang actor yang handal. Saya sendiri selalu merasa gagal bermain
dengan baik setiap selesai pentas. Meskipun begitu saya tetap suka naskah ini.
Tapi diluar
pembahasan soal teater, ada satu hal. Beberapa kalimat dalam naskah begitu
melekat dalam benak saya. Salah satu contoh potongan dialog (eh “monolog” kok pake
istilah “dialog”-kita ganti saja istilahnya dengan “kalimat” ya).
Salah satu
potongan dialog eh kalimat itu adalah :
“Saudara ! lihatlah ! niat baik
tidak selamanya mudah segera terwujud!”
Kalimat ini
dipilih Arifin C Noor karena barangkali sering terjadi dalam realita kehidupan,
misalnya :
Sejak lulus
kuliah Ilmu “Pendidikan Ekonomi” tahun 2000, saya tidak ingin jadi guru.
Padahal keinginan orang tua, saya jadi guru dan PNS.
Kalaupun mau mengajar di sekolah,
itu Cuma sebentar. Itupun dengan terpaksa.
Salah satu dasar
pemikiran saya adalah : bahwa guru bukan sebuah pekerjaan. Tapi sebuah amal
ibadah. Jadi jangan berharap bisa dapat uang banyak dari menjadi guru. Harus
ikhlas….
Bagi saya adalah
dosa besar jika memilih profesi menjadi guru dengan niat jadi PNS, kerja santai,
tidak banyak tuntutan, dan sekarang dapat tunjangan profesi (SERTIPIKASI) yang
jumlahnya cukup menggiurkan.
Padahal Tuntutan
seorang Guru mestinya sangat berat. Dia bertanggung jawab membuat anak didiknya
menjadi Pandai dari yang asalnya bodoh.
Bukan sebaliknya
ingin menjadi pilihan favorit karena hanya menerima murid yang sudah pandai,
seingga mereka lulus juga dengan keadaan pandai, sehingga sekolahnya, gurunya
menjadi terkenal, favorit, sekolah bayarnya mahal, gaji gurunya juga mahal.
Saya lebih memilih
kerja yang lain.
Sekarang dengan
niat ingin memenuhi keinginan orang tua yang tinggal ibu saja agar beliau
bahagia, saya rela untuk mengajar di sekolah dengan niatan beramal,
membagi pengetahuan, pengalaman, dan
idealisme yang saya miliki. Meskipun apa yang saya tahu, yang saya alami, dan
idealism saya tidak seberapa banyaknya.
Pokoknya Niat
Ibadah…. Membahagiakan orang tua dan membagi Ilmu Pengetahuan yang Cuma sedikit
saya miliki…. Masalah rejeki itu urusan Allah. Pasti datang dari jalan lain
Lalu sekian lamaran guru saya
ajukan ke sekian sekolah.
Tapi entah mengapa tidak ada
satupun respon dari sekolah-sekolah itu.
“Mungkin curriculum vitea nya
terlalu sangar kang”
Begitu kata seorang sahabat.
Ahmad taufiqurrahman namanya.
“Ah masa sih….”
Saya jadi teringat seorang
karyawan sebuah Yayasan pandidikan. Setelah menerima berkas lamaran yang saya
ajukan, lalu sepintas membaca curriculum vitea saya, dia berkata :
“Bapak sudah menjadi pimpinan
cabang sebuah koperasi kok masih mau melamar jadi guru ?”
“ya mau bagi-bagi Ilmu” jawab
saya (dalam hati… sudah dipecat pak…)
Mungkin dia berfikir ulang
setelah membaca pengalaman kerja saya terbaru sebagai pimpinan cabang sebuah
koperasi.
Lalu dia merinding membaca
pengalaman kerja saya sebelumnya sebagai Relationship Manager jateng area SME
Commercial and Syariah di salah satu bank besar di kawasan ASEAN. (padahal saya
kena SP 3 dan akan dipecat juga)
Kemudian dia bergemetaran membaca
pengalaman kerja sebelumnya lagi sebagai Pasasi di Airline terbesar di Negeri
ini. (Cuma outsourcing)
Dan yang paling sangar adalah sebagai
Staff Khusus Pengembangan Wilayah di grup
perusahaan pendidikan terbesar di Indonesia.
Apalagi
kalau dia membaca training yang pernah saya ikuti serta sertifikasi yang saya
miliki : Syariah Banking, Seven Habbit for associate, Market Link Deposit,
Bancassurance Wakil Agen Penjual Reksadana, Anti Money Loundry.
Pasti langsung terkencing-kencing
lemas dan pingsan. Lalu ketika sadar berfikir saya bukan orang biasa, bukan
orang sembarangan, tidak layak jadi guru.
Akhirnya
pada surat lamaran berikutnya curriculum vitea saya buat dengan dengan sangat
sederhana. Pengalaman kerja : pernah mengajar di beberapa sekolah dan itu Cuma
sebentar. Tulisan Pengalaman Organisasi, Training dan Sertifikasi saya hapus.
Tentu saja tujuan saya agar tidak ada lagi orang pingsan membaca curriculum
vitea saya.
Tapi
tetap saja sekolah-sekolah itu bergeming tidak merespon lamaran saya, padahal jelas-jelas mereka memasang iklan
lowongan “MEMBUTUHKAN GURU”. Cuma mereka tidak butuh saya….
SAUDARA, LIHATLAH, NIAT BAIK TIDAK SELAMANYA MUDAH SEGERA TERWUJUD !
No comments:
Post a Comment