(Sebuah Sudut Pandang Dari Sisi Logika Ekonomi
DASAR PEMIKIRAN
Bagi para
penganut ekonomi liberal, untuk mencapai kesejahteraan adalah dengan memberikan
kebebasan seluas-luasnya untuk berusaha. Mereka yang kuat secara ekonomi akan
membutuhkan yang lemah secara ekonomi sebagai tenaga kerjanya sehingga
kesejahteraan merata. Akan tetapi justru akibatnya mereka yang punya modal
(Kapital) kuat menjadi berkuasa atas segalanya. Kapitalis sering memperlakukan
yang lemah modal semaunya saja.
Karena
situasi yang demikian, orang lalu berfikir, sebaiknya sumber-sumber ekonomi berupa
Modal (baik itu alam maupun keuangan) dikuasai oleh Negara saja. Ekonomi yang
mengatur adalah Negara sehingga kesejahteraan social ekonomi masyarakat merata.
Inilah pemikiran Sosialis yang berkembang menjadi Komunisme.
Dalam sistem
ekonomi pancasila yang mencoba mencari jatidirinya, dengan mengambil sisi
positif dan membuang sisi negative dari kedua system diatas menyatakan
“Sumber-sumber daya yang menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai Negara dan
digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat” (mirip komunis) artinya
sumber-sumber daya yang lain boleh dikuasai dan dikelola oleh pribadi
perseorangan untuk kesejahteraan bersama.(mirip Kapital)
Sistem
ekonomi pancasila ini akan menjadi semakin sempurna jika ditambah dengan sistem
ekonomi syariah. Salah satu sisi kelebihan ekonomi syariah adalah “mencapai
kesejahteraan dengan cara berbagi”. Artinya orang-perseorangan yang mempunyai
kesempatan menguasai, mengelola sumber-sumber ekonomi mau berbagi dengan
masyarakat lain. Sehingga tercapai kesejahteraan bersama.
Masyarakat
kita sudah teramat-sangat terbiasa berbagi. Adat dan Tradisi kita mengajarkan
saling berbagi. Tradisi sumbangan, wewehan, bancaan, biasa kita lakukan.
Prilaku ini sangat sesuai dengan ajaran Islam tentang sedekah (sodaqoh), infaq,
dan zakat.
Dengan modal
sikap bangsa ini pengelolaan zakat, infaq, dan sodaqoh harus dioptimalkan
manajemennya baik dari sisi pengumpulan maupun penyalurannya agar kesejahteraan
ekonomi bangsa tercapai.
Ada dua hal
yang mempengaruhi optimal tidaknya pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq dan
sodaqoh. Dua hal tersebut adalah : Pertama “Keyakinan” si seseorang akan
pentingnya berzakat, infaq dan sodaqoh, dan yang kedua adalah “Kepercayaan”
mereka terhadap orang/lembaga penyalur zakat, infaq dan sodaqoh. Diluar kedua
hal tersebut mungkin saja Karena factor lain. Seperti kasihan, terpaksa, malu,
atau memang karena suka berbagi, bahkan mungkin karena kebanggaan. Akan tetapi
Factor-faktor diluar keyakinan dan kepercayaan ini, tidak dibahas lebih jauh.
Lembaga pengumpul
dan penyalur zakat infaq dan sodaqoh harus mampu me”yakin”kan masyarakat akan
pentingnya serta manfaat yang bisa diperoleh dari zakat, infaq dan sodaqoh.
Selain itu lembaga pengumpul dan penyalur zakat, infaq dan sodaqoh harus bisa
di”percaya” oleh masyarakat.
A. Keyakinan
Kemauan masyarakat untuk ber zakat, infaq,
sodaqoh, didasarkan pada keyakinan atau keimanan akan agama yang dianut seseorang.
1. Ajaran Agama
Agama memberi perintah serta iming-iming balasan
seperti :
خَيْرُ
الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”
(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).
مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ الله فِي حَاجَتِهِ
“Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan
membantu keperluannya.” (Muttafaq ‘alaih)
مَنْ
نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ
كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, ةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ
يَسَّرَ الله عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang siapa yang memudah kesulitan seorang mu’min dari berbagai
kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada
hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan
niscaya akan Allah memudahkan baginya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim).
مَثَلُ الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ
سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ
لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (rahmat)
karuniaNya, lagi meliputi ilmu PengetahuanNya.” (Al-Baqarah:261)
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ
بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ
ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka,
kecuali (bisik-bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat kebaikan,
atau mendamaikan di antara manusia. Dan siapa yang berbuat demikian dengan
maksud mencari keridhoan Allah, tentulah Kami akan memberi kepadanya pahala
yang amat besar."
Perintah dan janji balasan Allah di dunia
dan akhirat seperti di atas cukup memengaruhi sesorang untuk berzakat, infaq,
dan sodaqoh.
Selain berdasar ajaran agama, keyakinan
seseorang akan pentingnya zakat, infaq, dan sodaqoh penting juga diperkuat
melalui pemahaman secara logis.
2. Logika
Secara logika pentingnya zakat, infaq, dan
sodaqoh, jika dilakukan dengan baik, akan membawa manfaat secara ekonomi baik
secara makro maupun dalam sector riil.
a. Manfaat Ekonomi secara makro
Beberapa waktu lalu ada pemikiran bahwa
zakat infaq dan sodaqoh yang diberikan secara tunai hanya ibarat memberi ikan
bukan pancing. Sehingga habis sekali konsumsi tanpa manfaat meningkatkan
kemampuan ekonomi para penerimanya.
Lalu muncul ide Zakat, infaq, sodaqoh digunakan
untuk membatu permodalan para penerima dengan harapan yang bersangkutan akan
ada usaha untuk meningkatkan pendapatan sehingga tingkat ekonomi meningkat.
Secara logika, pemikiran ini masuk akal,
tetapi masalahnya apakah semua orang mempunyai kemampuan bisnis? Apakah mereka
mampu mendapat market share bagi usahanya? Kalau tidak mempunyai kemampuan
bisnis, bagaimana kelanjutan program ini?
Perlu diketahui bahwa setiap usaha butuh
pembeli atau konsumen. Jika tidak mampu merebut pasar, atau justru masyarakat
tidak mempunyai daya beli, maka mereka tidak akan kebagian pasar. Ini merupakan
nasib buruk bagi sebuah usaha.
Harap diingat, bahwa secara makro ekonomi, Indonesia
ditopang konsumsi dalam negeri. Bukan berdasar investasi, atau eksport. Dengan
adanya konsumsi atau permintaan akan suatu produk, akan memicu munculnya sebuah
industry yang melayani kebutuhan tersebut.
Sebagai contoh, jika sebuah daerah banyak
anak kos yang butuh makan, maka akan memancing orang untuk mendirikan warung
makan. Maka memicu konsumsi sangat penting. Bagaimana caranya ? salah satu
caranya adalah dengan meningkatkan daya beli masyarakat. Untuk meningkatkan
daya beli masyarakat adalah dengan meningkatkan pendapatan mereka.
Pada krisis ekonomi 2008 saat Negara besar
mengalami kemunduran ekonomi, justru Indonesia tumbuh di atas 5% hal ini
dipengaruhi konsumsi dalam negeri. Apa yang dilakukan pemerintah? Salah satu
upaya pemerintah adalah dengan BLT. Pemberian BLT ibarat memberi ikan dan bukan
memberi pancing, selain itu BLT membuat orang bermental pengemis. Akan tetapi
mau tidak mau harus diakui dengan BLT daya beli masyarakat meningkat. Hal ini
menimbulkan efek domino ekonomi atau multiplayer effect economi yang positif.
Pemberian BLT oleh pemerintah, hampir
serupa dengan pembagian Zakat, infaq, sodaqoh secara tunai. Dari Zakat, infaq,
sodaqoh tunai tersebut dapat digunakan oleh penerima untuk mengkonsumsi
barang-barang yang dibutuhkan. Dengan miningkatnya konsumsi masyarakat maka
akan meningkatkan pula industry dengan meningkatnya industry maka perekonomian
secara makaro juga akan tumbuh. Ketika ekonomi makro tumbuh maka hal ini juga
akan dinikmati seluruh masyarakat.
b. Manfaat ekonomi Pribadi pemberi Zakat, infaq, sodaqoh
Selain secara makro ekonomi, Zakat, infaq,
sodaqoh juga mempunyai manfaat secara pribadi bagi pemberinya. Manfaat tersebut
antara lain :
1) Pengembangan Usaha (marketing)
Dalam ilmu ekonomi khususnya managemen
pemasaran, dikenal beberapa konsep pemasaran :
§
Konsep pemasaran pada awalnya adalah konsep
“produk”. Maksudnya adalah jika produknya berkualitas, pasti laris.
§
Lalu berkembang menjadi konsep “Produksi”
artinya produk yang efisien berharga murah akan laris.
§
Selanjutnya berkembang menjadi konsep
“Pemasaran”, artinya jika mampu memenuhi kebutuhan pasar, maka suatu produk
akan laris.
§
Konsep ini berkembang menjadi “Pemasaran
Sosial”, yang dimaksud adalah : Dengan bertanggung jawab social, maka
perusahaan akan mendapat citra positif dari masyarakat. Hal ini penting untuk
mendukung meningkatnya pemasaran dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Dari konsep marketing social inilah muncul program-program CSR. Bagi
perusahaan besar CSR bisa saja menjadi sesuatu yang memang sudah dianggarkan.
Ada yang menganggarkan ke dalam budget promosi, ada yang dianggarkan dari
kompensasi wanprestasi atas suatu transaksi, atau diambilkan dari pendapatan
diluar usaha.
Lalu bagaimana dengan perusahaan-perusahaan kecil atau perusahaan
perseorangan yang budget promosi kecil, juga tidak ada pendapatan diluar usaha?
Maka jawabnya adalah : Zakat, infaq, sodaqoh.
Setiap usaha yang dijalankan oleh seorang muslim memiliki kewajiban
untuk membayar Zakat. Ikhlas atau tidak, zakat adalah sebuah kewajiban yang
harus dibayarkan. Zakat bisa dimanfatkan sebagai CSR perusahaan. Jika dirasa
budgetnya terlalu kecil, bisa ditambah dengan infaq dan sodaqoh.
Dengan membagi zakat memberikan infaq dan sodaqoh, maka perusahaan dan
pemilik akan mendapat citra positif di masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi
penjualan dan bisnis secara luas. Meskipun konsumen yang dituju bukan dari
masyarakat sekitar, minimal masyarakat akan memberikan referensi positif bagi
perusahaan dan pemiliknya kepada calon konsumennya. Dengan demikian akan
mempengaruhi peningkatan pemasaran dan usaha secara lebih luas bagi perusahaan
tersebut.
Mungkin disinilah yang dimaksud balasan yang berlipat oleh Allah di
dunia.
2) Pengurangan Pajak
Zakat yang dibayarkan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto
dalam perhitungan pajak penghasilan. Zakat dapat diperhitungkan dalam penentuan
penghasilan kena pajak, yang kemudian secara tidak langsung akan mengurangi
pajak yang harus Anda bayarkan.
Hal
ini sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Dasar
hukumnya terdapat pada pasal 22 dan 23 ayat 1-2. Aturan tersebut
berbunyi;
· Pasal 22: Zakat
yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan
kena pajak.
· Pasal
23: Baznas atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap
muzaki (pemberi zakat), dan bukti tersebut digunakan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak.
Lalu aturan
zakat pengurang pajak juga ditegaskan pada Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan, pasal 4 ayat (3) huruf a 1 tercantum:
“Yang
dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan, termasuk zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”
Kemudian pada pasal 9 ayat (1) huruf G,
berbunyi:
“Untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan dengan harta yang dihibahkan,
bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3)
huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagai mana dimaksud dalam pasal 6 ayat
(1) huruf 1 sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.”
Ketentuan
tentang zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak sesuai dengan PP No. 60
Tahun 2010. Syarat zakat yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pajak
penghasilan berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, adalah:
·
Zakat yang bersifat wajib,
· Zakat tersebut
dibayarkan melalui badan atau lembaga penerima zakat yang dibentuk dan disahkan
pemerintah.
B. Kepercayaan
Kemauan masyarakat untuk ber zakat, infaq,
sodaqoh juga dipengaruhi “kepercayaan” pada Lembaga Amil Zakat, Infaq dan
Sodaqoh. Lembaga yang terpercaya akan lebih mudah dalam pengumpulan zakat,
infaq dan sodaqoh. Kepercayaan masyarakat tersebut berkait dengan amanah,
tidaknya lembaga tersebut, serta professional tidaknya lembaga tersebut.
Amanah tidaknya lembaga tersebut berkait
dengan pertanggungjawaban atas pengumpulan dan pembagian zakat, infaq dan
sodaqoh. Sedang professional tidaknya lembaga tersebut berkait dengan kemampuan
para personel dalam melayani konsultasi mengenai zakat, infaq dan sodaqoh.
Kemampuan meng”collect” zakat, infaq dan sodaqoh, serta kemampuan
mendistribusikan zakat, infaq, sodaqoh kepada orang-orang yang berhak.
Dari semua hal yang diuraikan di atas,
diperoleh rumusan konsep pengumpulan dan pembagian zakat, infaq dan sodaqoh
sebagai berikut :
1. Pengumpulan
Metode yang digunakan dalam pengumpulan Zakat, Infaq
dan Sodaqoh adalah :
a. Pendekatan personal Muzakki
Para Muzakki yang merupakan orang-orang
dengan kemampuan ekonomi tinggi, akan merasa lebih nyaman jika didekati secara
personal. Mereka akan merasa di”uwongke”. Dengan pendekatan personal yang baik,
orang akan percaya pada lembaga.
1) Sasaran
Sesuai dengan uraian di atas yang memaparkan soal
manfaat zakat, infaq dan sodaqoh secara logika bagi perekonomian, maka yang
menjadi sasaran pengumpulan zakat, infaq, dan sodaqoh adalah para pengusaha di
segala bidang.
2) Teknik
Untuk bisa mengumpulkan zakat, infaq dan sodaqoh dari
para pengusaha, yang perlu kita lakukan adalah :
a). Pengumpulan data para pengusaha.
Caranya antara
lain :
- kerjasama dengan kantor pelayanan pajak.
Misalnya dengan cara bergabung pada efent yang diselenggarakan oleh kantor
pelayanan pajak, collect data para pemilik NPWP.
- Atau dengan cara gabung dengan Costumer
Gathering untuk nasabah VIP Perbankan Syariah. Selain bisa presentasi pada
efent tersebut, bisa juga dilakukan collect data orang-orang kaya.
b). Dari Data yang ada dilanjutkan dengan
pendekatan personal kepada para Muzakki, Memberikan konsultasi soal zakat infaq
dan sodaqoh.
c). Meng”collect”
Zakat Infaq Sodaqoh.
b. Pengembangan UPZIS
Selain pendekatan personal, pengumpulan
zakat infaq sodaqoh, bisa dilakukan secara massif dengan memperbanyak
UPZIS-UPZIS. Pendirian UPZIS bisa dilakukan dimana saja. Baik di tingkat desa,
kecamatan, perkantoran, di pasar, di mal, bahkan di perusahaan-perusahaan.
Bagi perkantoran dan perusahaan, akan
sangat bermanfaat. Selain ibadah melaksanakan perintah agama, akan bermanfaat
bagi pengurang pendapatan kena pajak karyawan kantor dan perusahaan tersebut.
Selain itu hasil Zakat, Infaq dan sodaqoh perusahaan dan karyawan bisa
digunakan sebagai sarana CSR. Tentu saja hal ini akan menciptakan citra positif
bagi perusahaan.
Banyaknya UPZIS akan semakin menjangkau
muzakki-muzakki yang tinggal tersebar diperbagai tempat. Dengan demikian hasil
pengumpulan zakat, infaq dan sodaqoh bisa semakin maksimal
c. Fundrising online
Mengikuti perkembangan zaman, bisa juga
dilakukan fundrising secara online. Baik dengan menggunakan platform yang sudah
ada atau menciptakan sistem sendiri.
d. Pertanggungjawaban
Setelah dilakukan pengumpulan baik secara
offline maupun online, pertanggung jawaban sangat penting. Berapa jumlah
seluruh hasil pengumpulan Zakat infaq dan sodaqoh yang ada.
2. Distribusinya
Distribusi Zakat harus kepada yang
betul-betul membutuhkan. Diharapkan jangan sampai terjadi seseorang yang
menjadi bagian dari asnaf, tetapi pada dasarnya dia tidak membutuhkan, tetap
mendapat bagian zakat. Sehingga orang yang betul-betul membutuhkan justru
kurang porsinya.
a. Mustahiq
Salah satu Mustahiq yang sering mendapat
bagian zakat adalah “Jihad fisabilillah”. Masyarakat mengartikan, para ulama,
kyai, ustadz tergolong dalam kategori “Jihad Fisabillah”. Sayangnya justru yang
mendapat bagian zakat adalah para Ulama, Kyai, Ustadz yang sudah ternama,
memiliki jamaah banyak, dan secara ekonomi berkecukupan.
Justru para Ulama, Kyai, Ustadz yang tidak
terkenal, tidak memiliki jamaah banyak, tidak terlalu diperhatikan dalam hal
pembagian zakat.
Para guru-guru TPQ, Madin Kyai-kyai kampung yang
berjuang mengajari anak tentang Tauhid, mengenal Alquran mulai dari membaca
alif ba ta, dengan gaji hanya “untuk beli sabun cuci” tidak diperhatikan.
Merekalah : guru-guru TPQ, Madin, MI, M.Ts,
M.A. Kyai-kyai kampung, adalah para pejuang agama sesungguhnya di era sekarang.
Merekalah yang harus didahulukan untuk mendapat bagian zakat. Karena sangat
mungkin selain mereka jihad fisabilillah, mereka juga miskin, dan banyak
hutang. Artinya satu orang bisa masuk tiga kategori asnaf sekaligus.
Selain mustahiq Jihad fisabilillah, tentu
jangan dilupakan para fakir dan miskin. Jangan ketinggalan mereka yang dililit
hutang, terutama yang bangkrut dan kreditnya macet di lembaga keuangan. Dengan
menolong para ghorim ini, sesungguhnya akan menolong dua pihak. Pihak pertama
adalah ghorim itu sendiri, dan yang kedua adalah lembaga keuangan.
Bagaimanapun, di lembaga keuangan tersimpan dana masyarakat. Jika sampai mereka
juga bangkrut maka yang dirugikan adalah masyarakat juga.
b. Pembagian sesuai permintaan Muzakki :
Sangat mungkin terjadi seorang muzakki
lebih suka membagi sendiri Zakat infaq dan sodaqohnya ke masyarakat sekitar
tempat tinggalnya. Dalam hal ini, lembaga bisa melayani, mewakili muzakki untuk
membagikan Zakat infaq dan Sodaqohnya kepada siapa saja yang dikehendaki.
c. Penggunaan Zakat Infaq Sodaqoh
sebagai modal
Sebagian besar mustahiq adalah orang-orang
yang memang mengalami kekurangan secara ekonomi. Oleh sebab itu Zakat infaq dan
sodaqoh akan cenderung digunakan untuk konsumsi. Akan tetapi, zakat infaq dan
sodaqoh bisa juga diarahkan sebagai modal usaha bagi para mustahiq dengan
harapan pendapatan mustahiq menjadi meningkat dan mencapai kesejahteraan.
Akan tetapi perlu diingat bahwa zakat infaq
dan sodaqoh bukanlah pinjaman, sehingga tidak ada kewajiban bagi mustahiq untuk
mengembalikan. Beda halnya apabila setelah mereka menerima zakat lalu digunakan
untuk modal usaha dan akhirnya menjadi kaya, tentu mereka wajib membayar zakat.
Apabila hal ini ditempuh, maka harus ada
bimbingan dari lembaga amil zakat dan sodaqoh agar usaha mustahiq betul-betul
jalan. Sehingga apa yang diharapkan bahwa mereka akan meningkat perekonomiannya
akan betul-betul terwujud.
d.
Pertanggungjawaban
Setalah dilakukan pembagian,
pertanggungjawaban sangat penting. Hendaknya laporan pengumpulan dan pembagian
bisa diakses oleh siapapun sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat baik
mereka yang menjadi muzakki, masyarakat secara luas, maupun pemerintah.
3. SDM yang memiliki kemampuan :
Selain Amanah tidaknya sebuah lembaga Amil
Zakat infaq dan Sodaqoh, Profesionalisme para personel juga akan sangat
mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada lembaga. Para personel lembaga amil
zakat infaq dan sodaqoh hendaknya mampu sebagai :
a. Konsultan :
SDM yang ada harus mampu diajak sharing soal :
1) Agama : khususnya soal zakat dan fiqh pada umunya.
2) Ekonomi : mampu menjadi konsultan keuangan, sharing bisnis dan memahami
ekonomi secara luas
b. Marketing :
Kemampuan marketing yang dimaksud adalah
mampu melakukan “sales siklus” dengan benar, mulai dari pendekatan, presentasi
mengenai pentingnya zakat, manfaat zakat, mampu mengatasi hal-hal yang
memberatkan muzakki, serta mampu closing dengan hasil bahwa muzakki membayar
zakat, infaq dan sodaqohnya
c. Kolektor
Kemampuan meng”Colect” zakat, yang dimaksud
bukan seperti para debt collector. Tetapi lebih kepada kemampuan memanaje, dan
mengadministrasikan proses pengumpulan zakat infaq dan sodaqoh.
Dari uraian di atas dapat ditarik benang
merah bahwa pengumpulan dan distribusi zakat, selain dilakukan dengan
pendekatan “perintah agama” juga dapat dilakukan dengan pendekatan secara
logika.
No comments:
Post a Comment