20 July 2018

HARGA DI LUAR LOGIKA (trik harga)

Banyak cara yang dilakukan para pengusaha perorangan maupun perusahaan dengan skala korporasi besar dalam menentukan harga.

Yang paling sering digunakan adalah Cost Plus (bukan koes plus lho ya). Secara sederhana metode cost plus adalah dengan menghitug selurh biaya-biaya baik biaya produksi, meliputi biaya tetap dan biaya variabel, serta biaya lain-lain yang meliputi biaya iklan, biaya marketing, biaya transpot lalu ditambah marjin keuntungan yang dinginkan.

Cara berikutnya yang lebih mudah adalah, metode follow the leader, artinya pada tingkatan harga berapakah produk penguasa pasar dijual? perusahaan atau pengusaha tnggal mengikuti harga pasaran. Bisa ambil posisi dibawah sama dengan, atau di atas harga pasar jika yang dibidik adalah segmen yang lebih tinggi.

Ada lagi cara menentukan harga, tetapi metode ini boleh dibilang diluar logika. 
Ada beberapa cerita menarik sebagai ilustrasi dari metode ini.
cerita pertama. Pada suatu hari seorang petani mencangkul sawahnya, tiba-tiba prakkk!!! cangkulnya mengenai sebuah batu. Lalu diambilnya batu itu. Batu sebesar genggaman tangan itu berbentuk kepala Budha. tampaknya merupakan patahan dari sebuah patung yang terpendam di tanah.

Dibawalah batu itu ke Toko Matrial Bangunan, lalu ditawarkan pada pemilik toko material bangunan. Harga yang ditawarkan seratus ribu rupiah. Oleh pemilik toko dia diketawai, pemilik toko berfikir petani ini orang bodoh yang butuh duit, lalu pemilik toko itu berkata "Pak ini aku ada uang sepuluh ribu, ini untuk bapak beli beras atau apalah terserah."

Lalu petani itu membawa batu itu kepada seorang guru. Ditawarkannya batu pada guru tersebut seharga dua ratus ribu rupiah. Oleh guru batu itu langsung dibeli dan dibayar sebesar dua ratus ribu rupiah. Petani itu berfikir "orang tidak pandai kok bisa jadi guru ya? batu sekepal tangan kok dibeli dengan harga duaratus ribu rupiah". Sedangkan guru itu befikir, "Maklum, petani yang kurang pendidikan, penemuan benda bersejarah kok dijual cuma duaratus ribu rupiah"

Cerita kedua adalah, Suatu ketika saya mudik ke Nusa Tenggara Barat. (daerah asal istri saya). di sebuah terminal, seorang pedagang asongan cinderamata menawari saya seuntai kalung yang terbuat dari benda khas yang dihasilkan daerah tersebut. Harga yang ditawarkan seratus lima puluh ribu rupiah. saya amati memang bahannya asli, tetapi kualitasnya kurang bagus. Saya tawar (seket ewu yo) saya pake bahasa jawa. artinya Lima puluh ribu ya. Setelah tawar menawar akhirnya sepakat, seuntai kalung ini seharga lima puluh ribu rupiah.

Suatu saat saya berkunjung ke toko emas milik seorang teman. kulihat ada seuntai kalung yang mirip dengan kalung saya di etalasenya. lalu aku tanya "kalung ini harga berapa Pak kaji?" dia jawab "empat ratus ribu rupiah", lalu saya berseloroh "Padahal harga belinya lima puluh ribu ? dijawab olehnya "kalau ini saya jual seratus lima puluh ribu malah tidak laku mas, dikira palsu" 

Dari dua cerita ini terlihat harga suatu produk ternyata tidak logis seperti hitungan matematika. Penentuan harga dai dua cerita di atas adalah berdasar "Persepsi".



No comments: