A. ALON-ALON WATON KELAKON (ngapain beli Nxxxx, mending GL Pro
saja)
lanjutan rangkaian tulisan ngupoyo upo coro jowo
lanjutan rangkaian tulisan ngupoyo upo coro jowo
Dunia bisnis
sering diibaratkan seperti Balapan. Dalam balap motor, mobil, atau mungkin dalam
balapan yang lain, Seorang pembalap harus memiliki mental yang kuat. Siap
menerima resiko yang mungkin terjadi.
Selain itu
pembalap harus mempunyai kemampuan koordinasi yang cepat antara mata yang
melihat track, otak yang berfikir dan mengambil keputusan, serta tangan, kaki,
serta tubuh untuk melaksanakan perintah otak.
Selain itu
telinga harus terus mendengarkan arahan strategi balap dari tim di pitstop.
Dalam rally pembalap terus saja mendengar pembacaan peta jalur balapan oleh
navigator. Tapi bagaimanapun keputusan tetap ada di pembalap. Kapan harus
ngegas, pindah gigi, ngerem, ambil jalur luar atau jalur dalam, kapan ganti ban
atau bahkan berapa liter bahan bakar yang akan diisikan dan keputusan-keputusan
lain. Tentu saja disertai kemampuan teknis dari sang pembalap untuk mencapai
kemenangan.
Saking hebatnya
sang pembalap keputusan-keputusan itu begitu cepat dieksekusi, seolah mengalir
begitu saja. Respon yang dilakukan pembalap atas segala situasi balapan sudah
menjadi habbit sampai menjadi reflek,
Demikian juga
dalam bisnis. Situasi demikian cepat berubah. Perubahan-perubahan itu seperti
yang dapat kita lihat dalam pergerakan harga saham di pasar modal, kurs Valas
di pasar uang, harga komoditi di pasar komoditi yang bergerak terus dari
detik-ke detik. Untuk itu diperlukan kecepatan pengambilan keputusan bisnis.
Beli, jual atau timbun
sebuah produk? Bikin sendiri, atau pesan ke pihak lain, sebagai kontraktor,
atau sub kon? Impor atau bikin pabrik dan diproduksi dalam negeri? Naikkan atau
turunkan bunga bank ? reject atau approve aplikasi kredit?
Begitulah antara
lain pilihan keputusan-keputusan bisnis yang harus diambil.
Keputusan yang
terlambat diambil, bisa membuat kehilangan peluang mendapat keuntungan. Peluang
bisa diambil oleh pesaing.
Dalam kondisi
yang dituntut serba cepat, di jawa justru masih berkembang unen-unen, “ojo
ngoyo, alon-alon waton kelakon”
“Tidak usah
terlalu bernafsu, pelan saja asal nyampai”
Sangat tidak
cocok jika diterapkan di dunia modern seperti sekarang. Apalagi untuk bisnis.
“kapan
nyampainya ?! ini Jakarta bung!” banyak orang akan bilang seperti itu.
Balapan itu,
begitu melihat celah untuk mendahului pembalap didepannya ya masuk. Kalau sudah
di depan ya pacu terus, kalau perlu overlapping semua pembalap untuk sampai
garis finish dahulu.
Tapi orang jawa
akan jawab, “ Paling selisih berapa menit sih? Iyo kalau slamet, lha kalau
nyungsep?
Aryton senna,
juara balapan jet darat (F1) mati kecelakaan di lintasan balap. Micheal Schumaker, celaka justru di arena ski.
Mereka orang-orang hebat yang terbiasa berada dalam situasi serba cepat. Mata
melihat lintasan, telinga mendengar arahan, melaporkan bersama-sama ke otak,
otak memproses dengan kecepatan sepersekian detik untuk mengambil keputusan dan
member perintah kepada tangan, kaki. Tangan, kaki dengan kecepatan tinggi pula
mengeksekusi perintah otak tersebut untuk tancap gas, tangan memutar kemudi
untuk bermanuver.
Tapi
bagaimanapun ada situasi yang berada diluar kemampuan kita untuk dapat kita
kendalikan. Itulah yang membuat kita celaka.
Dengan
berjalan “sakmadyo” ora “ngoyo” kita
justru akan dapat mengendalikan situasi internal kita, menyesuaikan situasi
sekitar. Sehingga bisa menghindari resiko-resiko terperkirakan yang mungkin terjadi.
Di Indonesia
aturan berkendara maksimal berkecepatan 80 km/jam. Saya pernah ditilang saat
naik motor di semarang. Karena polisi melihat dari jauh motor saya tidak ada
speedometernya. Tanpa speedometer maka pasti pengendara tidak tahu berapa
kecepatan kendaraan dia, pasti dia melanggar aturan kecepatan, bisa
membahayakan diri sendiri dan orang lain. Begitulah alas an yang digunakan oleh
polisi untuk menilang. Saya tidak bisa berkutik ketika ditunjukkan aturan
berlalu lintas yang mengharuskan ada alat pengukur kecepatan. (tapi masalah
berfungsi atau tidak alat itu tidak diatur, yang penting ada).
Karena aturan itu, percuma kita beli kendaraan yang
mampu berjalan 200 km/jam. (ngapain beli Nxxxx, mending GL Pro saja)
Dalam balapan,
ketika melihat celah, pun tidak serta merta kita langsung masuk. Kita harus
melihat lebih jauh kedepan. Bagaimana situasi track didepan, mungkin ndak kita
mendahului. Bagaimana kekuatan mesin kita ? masih mampu dipacu lebih kencang
ndak? Dan lain-lain. Balapanpun tidak ngoyo. Tidak melulu menuruti nafsu untuk
menang. Kalau balapan liar sih isinya nafsu tok ! ingat dalam bercinta saja,
kalau terlalu bernafsu bisa cepat loyo tho ?
Lho kok malah
bercinta yang dibahas.
Dalam
perdagangan di pasar Maya (pasar modal, pasar uang, pasar komoditi-nggak jelas
terlihat wujud barang yang diperjual
belikan, hanya tulisan) sering kita dengar istilah “wait and see”. Ini
menunjukkan bahwa dalam bisnispun kita juga harus bisa ngerem! Tahan nafsu,
Lihat situasi, kapan masuk, atau justru keluar.
Dengan alon-alon
waton kelakon, kita akan lebih luas memandang situasi jalan bisnis kita. Kita
dapat lebih cermat, lebih detil melihat situasi sehingga keputusan yang
diambilpun bisa menghindari lebih banyak resiko. Kalaupun resiko itu menimpa,
kitapun sudah siap. Yang terpenting tujuan bisnis memperolah keuntungan dapat
tercapai. Bukankan pembalap saja masih dibantu instruksi dari pitstop untuk
dapat mengetahui situasi track dan mencapai garis finish?
Jadi alon saja
waton kelakon. Cukup GL Pro ndak harus Nxxxx
!
No comments:
Post a Comment